Psikologi Kepribadian
Teori Umum
Teori Umum Cattell
Raymond B Cattell (dan juga Hans Eysenck) mempunyai keyakinan dasar bahwa kepribadian memiliki banyak sekali dimensi yang dapat diukur, dan teknik statistik analisis faktor dapat dipakai sebagai sarana untuk mengisolasi variabel-variabel kepribadian itu. Misalnya, seorang pakar kepribadian akan meneliti hipotesa yang menyatakan bahwa manusia itu mempunyai 30 macam traitsdi dalam dirinya. Dibuatlah alat ukur untuk mengungkap besaran trait-trait itu di dalam diri seseorang. Masalahnya adalah, apakah 30 traits itu saling terpisah, atau ada dua trait atau lebih yang saling berhubungan dan dapat dipandang sebagai satu trait saja? Faktor analisis merupkan prosedur untuk menganalisis seperangkat korelasi antara berbagai skor hasil pengukuran, dengan tujuan memperoleh jumlah trait yang lebih sederhana, untuk kemudian diinterpretasi sebagai struktur dasar dari kepribadian itu sendiri.
Pengukuran merupakan dasar dari kemajuan ilmu kontemporer, dan dalam psikologi yang harus mengukur obyek-obyek yang tidak kasat mata, taksonomi atau klasaifikasi tingkah laku memakai analisis faktor menjadi langkah yang signifikan pemakaian teknik statistic yang canggih dalam mengembangkan teori dan konsep kepribadian menempatkan Cattell, Eysenck, dan J.P. Guilford sebagai pelopor pemakaian kaidah-kaidah ilmiah dalam memahami kepribadian manusia.
a. Struktur kepribadian
Trait
Trait adalah elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Hal ini tampak definisi kepribadin menurut Cattell. Menurutnya, kepribadian adalah struktur kompleks yang tersusun dalam berbagai kategori yang memungkinkan prediksi tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencakup seluruh tingkah laku baik yang konkrit atau yang abstrak.
Trait dapat diklasifikasikan memakai 3 kategori yaitu:
Kategori Kepemilikan
Trait Umum
Trait yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkatan tertentu. Bersifat universal yang mungkin dilatarbelakangi oleh hereditas manusia dan berada pada kelompok budaya yang sama serta menghadapi pola tekanan social yang sama pula.
Trait Khusus
Trait yang dimiliki satu orang saja (bisa juga dimiliki oleh beberapa orang dengan kombinasi antar trait yang berbeda). Sifat unik ini terutama berhubungan dengan interest dan attitude.
Kategori Kedalaman
Trait Permukaan
Merupakan sifat yang tampak, yang menjadi tema umum dari beberapa tingkah laku. Misalnya: remaja yang lincah. Menyenangkan orang lain, dan merencanakan kegiatan yng menarik mungkin dapat dikatakan memiliki trait permukaan yang periang (surface traits cheerfulness).
Trait Sumber
Elemen-elemen dasar yang menjelaskan tingkah laku. Sifat ini tidak dapat disimpulkan langsung dari amatan tingkah laku dan hanya dapat diidentifikasi memakai analisis faktor. Trait sumber ini bisa bersifat konstitusional (dibawa sejak lahir) atau bersifat bentukan lingkungan (environmental mold).
Kategori Modalitas Ekspresi
Trait Kemampuan (ability)
Menentukan keefektivan seseorang dalam usaha mencapai tujuan. Contoh: kecerdasan.
Trait Temperamen (temperament)
Gaya atau irama tingkah laku. Contoh: ketenangan, kegugupan, keberanian, santai, mudah terangsang.
Trait Dinamik (dynamic)
Motivasi atau kekuatan pendorong tingkah laku. Contoh: dorongan, interes, ambisi menguasai sesuatu.
Faktor sumber (faktor primer)
Cattell meneliti trait sumber dengan mengumpulkan 4000 sifat manusia yang kemudian dia ringkas dengan cara mengelompokkan sifat yang mirip dan menghilangkan istilah yang asing dan metaforik menjadi 200 sifat. Memiliki metoda kluster, 200 sifat itu dikelompokkan dan diperas menjadi 35 sifat yang kemudian dinamakan 35 sifat sumber atu sifat primer yang masing-masing diberi simbol huruf berbeda. 35 sifat tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, 23 sifat populasi normal dan 12 sifat populasi berdimensi patologis. Sesudah dilakukan analisis faktor terhadap 23 sifat primer dari populasi normal ditemukan 16 sifat primer yang satu dengan lainnya saling asing, 16 sifat sumber (sifat primer) ini dinamakan 16 faktor primer, oleh Cattell kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan instrument pengukuran kepribadian yang terkenal yakni 16 Personality Faktor Questionnair (16PF).
Faktor-faktor pada 16 PF
A. Faktor A (Sizia-Affectia)
B. Faktor B (Intelligence)
C. Faktor C (Ego Strenght)
E. Faktor E (Submissive-Dominance)
F. Faktor F (Disurgency-Surgency)
G.Faktor G (Super Ego Strenght)
H.Faktor H (Threctia-Parmia)
I. Faktor I (Harria-Premsia)
L. Faktor L (Alaxia-Protension)
M.Faktor M (Praxernia-Autia)
N. Faktor N (Artlessness-Shrewdness)
O. Faktor O (Assurance-Proneness)
Faktor Q1 (Conservative-Radicalism)
Faktor Q2 (Group Adherence-Selfsuffisient)
Faktor Q3 (Low Integration-High Self Concept)
Faktor Q4 (Ergic Tension)
b. Dinamika Kepribadian
Dinamika trait muncul sebagai satu klasifikasi trait. Bahasan mengenai dinamika trait sebagai motivasi secara spesifik menganalisis asal muasal penggerak trait dan saling hubungan subsidiasi antara sikap, sentiment dan sifat keturunan. Beberapa hal yang terkait dengan dinamika adalah:
Sikap (Attitude)
Bukan merupakan pandangan tentang sesuatu, tetapi sikap lebih menekankan pada konsep tentang tingkah laku spesifik (atau keinginan untuk bertingkah laku tertentu) sebagai respon terhadap suatu situasi.
Dorongan pembawaan (Erg dari Ergon atau kerja)
Dorongan atau motif pembawaan oleh Cattell disebut sebagai Erg. Semua dorongan primer yang dibawa bersama kelahiran disebut Erg seperti contohnya seks, lapar, haus, rasa ingin tahu, marah, dan motif lain yang biasanya tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga oleh primate dan mmlia lainnya.
Sentiment
Sentiment merupakan sumber motivasi yang penting karena kecenderungannya mengorganisir diri di sekitar institusi social yang menonjol.
Kalkulus dinamik (Dynamic Calculus)
Dalam kalkulus dinamik, erg dan sentiment dipandang sebagi akar dari semua motivasi yang dapat dipakai untuk meramalkan tingkah laku seseorang. Persamaan itu memasukkan hubungan trait, erg dan sentiment dengan situasi tertentu untuk menentukan bentuk respon seseorang.
c. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian yang dibagi menjadi 4 menurut Cattell ini yaitu:
1) Tahap Perkembangan
Tahap Bayi (Infancy 0-6 tahun)
Periode pembentukan yang terpenting dlam perkembangan kepribadian. Pada tahap ini individu sangat dipengaruhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya, dan secara alami dipengaruhi oleh pengalaman perolehan makanan dan caranya membuang kotoran.
Tahap Anak (6-14 tahun)
Hanya sedikit masalah psikologis yang timbul, sehingga oleh Cattell disebut periode konsolidasi, sesudah periode bayi yang kritis.
Tahap Remaja (Adolescene 14-23 tahun)
Ini adalah periode yang paling menyulitkan dan menekan. Kejadian kelainan mental, neurosis, dandelinkuensi banyak muncul pada periode ini, begitu pula konflik disekitar dorongan kemndirian, keyakinan diri, dan seks.
Tahap Kemasakan (Maturity 23-50 tahun)
Secara umum, awal tahap ini ditandai dengan kesibukan, kebahagiaan, dan produktivitas. Pada umumnya orang pada usia itu menyiapkan karir, perkawinan, dan keluarga. Kepribadian cenderung menjadi tidak mudah berubah, lebih mantap, kalau dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Tahap Usia Pertengahan (Middle Age 50-60/70 tahun)
Ada perubahan penyesuaian dalam kepribadian sebagai respon terhadap perubahan fisik, social, dan psikologikal.
Tahap Tua ( Senility 60/70an-mati)
Tahap final, melibatkan penyesuaian sejumlah kehilangan-kematian keluarga dan sahabat, pension, kehilngan status di masyarakat-mengikuti perasaan kesendirian dan tidak aman.
2) Keturunan dan Lingkungan
Diantara pakar kepribadian, Cattel yang paling besar perhatiannya terhadap pengaruh relative dari keturunan dan lingkungan dalam pembentukan kepribadian. Metode meneliti pentingnya faktor keturunn dan lingkungan dikenal dengan nama Analisis Varian Abstrk Jamak (MAVA = multiple abstract variance analysis). Salah satu hasil yang menarik, ternyata bnyak korelasi negative ntra faktor keturunan dengan lingkungan.
3) Kecemasan
Cattell menekankan pentingnya kecemasan sebagai aspek kepribadian karena bahaya dampaknya terhadap fusngsi fisik dan mental. Menurutnya, kecemasan itu bisa merupakn suatu keadaan sekaligus sifat dari kepribadian.
4) Belajar
Ada tiga jenis belajar untuk tujuan perkembangan kepribadian menurut Cattell:
a) Conditioning classic (asosiasi sederhana dari kognisi simultan).
b) Conditioning instrumental (asosiasi berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu)
c) Belajar integrasi (model instrumental kondisioning yang canggih)
d. Evaluasi
Evaluasi terhadap teori Cattell:
1) Kerja Cattell kurang dapat dipahami. Istilah yang dipakai juga sering terlalu teknis dan aneh.
2) Walaupun analisis faktor relative objektif dan merupakan teknik statistic yang canggih, tetapi, banyak peneliti yang berpendapat analisis tersebut tetap dipengaruhi subjektivitas Cattell, sehingga hasil analisis tersebut tetap diragukan.
3) Cattell tidak sungguh-sungguh membahas pengaruh lingkungan sebagai predictor tingkah laku yang akurat. Cattell dipandang condong ke aspek-aspek yang tidak teramati, lebih banyak membahas faktor-faktor hereditas.
Hans Jurgen Eysenck
Teori kepribadian Eysenck memliki komponen biologis dan psikometris yang kuat. Namun ia yakin kalau kecanggihan psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis faktor bersifat steril an tak bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.
Inti pandangan Eysenck dalam psikologi dapat dicari sumbernya pada keyakinannya bahwa pengukuran adalah fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa lapangan psikologi sebelumnya orang belum pasti tentang “hal” apa yang sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa analisis faktor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini.
a. Struktur Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa, kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variable-variabel kompleks dan tak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan
analisisnya, yaitu dengan analisis faktor, telah menghasilkan system kepribadian yang ditandai oleh adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas.
Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang timbul dariefektivitas sebagai total pola-pola perilaku actual atau potensial dari individu yang mendatangkan stimulus dari orang sekitarnya, dan sulit untuk dipahami, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari individu dimana kedua faktor tersebut juga saling mengadakan interaksi.
Hal yang sentral dalam pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian sifat dan tipe. Eysenck memberikan definisi sifat dengan observed constalation of individual action tendencies yaitu suatu kejegan yang Nampak diantara kebiasaan-kebiasaan dalam tindakan-tindakan yang diulangi oleh seseorang. Sedangkan tipe adalah bagian dari observed constalation of syndrome of traits jadi tipe lebih luas dari pada sifat.
Struktur Kepribadian
Berbicara tentang struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Bila diurutkan dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling rendah dan paling khusus adalah:
1) Type, yaitu kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam satu dimensi yang luas.
2) Trait, yaitu kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang paling penting dan permanen.
3) Habitual Response, yaitu kumpulan respon spesifik, tingkah laku atau fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
4) Spesific Response, yaitu tingkah laku yang secara actual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Dimensi-dimensi Kepribadian
Eysenck menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait. Hamper semua 35 trait sumber primer dari Cattell sama dengan 27 trait dari Eysenck. Hirarki kebiasaan sangat banyak, mungkin ribuan, sedangkan hirarki respon spesifik tidak terhingga jumlahnya. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel, lincah, aktif, asertif, mencari sensasi, riang, dominan, besemangat, dan berani. Trait dari neurotisme adalah: cemas, tertekan, tegang, berdosa, harga diri rendah, irasional, maju, murung, dan emosional. Trait dari psikotisme adalah: agresif, dingin, egosentrik, impersonal, impulsive, antisocial, tak empatik, kreatif, dan keras hati.
Neurotisme dan psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang menglami gangguan akan memperoleh skor yang lebih tinggi disbanding dengan orang-orang normal diskala dua faktor ini. Dan psikotisme lawannya fungsi super ego.
Bipolaritas faktor-faktor Eysenck tidak hanya menyatakan kalau sebagian besar orang mengarah ke salah satu kutub atau yang lain pada kutub ketiganya. Masing-masing faktor ini terdistribusi secara tunggal dari pada berganda.
Tiga dimensi kepribadian Eysenck ini masuk akal secara teoritis. Carl Jung dan tokoh yang lain menyadari efek yang kuat dari perilaku ekstraversi dan introversi (faktor E), dan Sigmund Freud menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu psikotisme (faktor P) sejalan dengan para teoritisi yang lain seperti Abraham Maslow yang
melihat kesehatan psikologis dalam aktualisasi diri (skor P rendah) hingga skizofrenis dan psikosis (skor P tinggi). Ekstraversi dan neurotisme adalah faktor dasar hamper disemua studi analisis faktor tentang kepribadian.
b. Dinamika Kepribadian
Yang disebut dengan dinamika kepribadian adalah mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian tertentu, yang dalam pembahasan kali ini adalah struktur kepribadian menurut tokoh Eysenck.
Jika dilihat dari hubungnnya dengan faktor-faktor struktur di atas, maka dapat disebutkan bahwa antar bagian dari struktur kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian kepribadian yang disebut sebagai specific response dan habitual response. Dimana yang disebut sebagai specific response yakni perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau tidak, missal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual response dapat dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah kondisi yang sama, missal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah ataupun dapay menetap.
Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuah habitual response atau sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan perilaku hingga berkali-kali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait.
Kepribadian dan perilaku
Menurut model Eysenck yang ditunjukkan gambar di atas, psikotis, ekstraversi, dan neurotis seharusnya dapat memprediksi hasil-hasil studi eksperimental dan perilaku-perilaku social. Teori Eysenck sendiri mengasumsikan ekstraversi merupaan produk dari tingkatan stimulasi kulit otak yang rendah. Karena itu pribadi introvert jika dibandingkan dengan pribadi ekstrovert, mestinya lebih sensitive terhadap stimuli dan kondisi belajar.
Lebih jauh lagi, Eysenck berpandapat bahwa banyak studi psikologis sudah mencapai kesimpulan yang keliru karena sudah mengabaikan faktor-faktor kepribadian ini. Contohnya, studi-studi di bidang pendidikan yang membandingkan keefektifan dari penemuan pembelajaran dan perbedaan perilaku. Eysenck yakin kalau studi-studi ini tidak mempertimbangkan bahwa anak-anak yang ekstrovert lebih suka dan lebih kreatif dalam melakukan penemuan aktif, sementara anak-anak yang introvert lebih sungkan dan lebih nyaman dengan gaya belajar pasif yang disuapkan pada mereka. Dengan kata lain, sebuah interaksi muncul diantara dimensi kepribadian dan gaya belajar. Namun, ketika peneliti mengabaikan faktor-faktor kepribadian ini, mereka bisa menemukan perbedaan dalam perbandingan efektivitas penemuan versus gaya belajar reseptif.
Eysenck juga berhipotesis kalau psikotisme (P) berkaitan dengan kejeniusan dan kreativitas. Banyak anak yang memiliki kemampuan kreatif cenderung tidak menurut dan memliki ide-ide yang tidak begitu ortodoks namun mereka dipaksa untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang tidak kreatif. Eysenck juga menemukan bukti bahwa pribadi yang seperti ini kurang begitu tekun meskipun skor-Pnya tinggi, juga sanggup melawan kritik dari orang tua dan guru, serta tumbuh besar menjadi orang yng kreatif.
Dengan cara yang sama Eysenck melaporkan bahwa pribadi dengan skor P dan skor E yang tinggi tampaknya akan cenderung menjadi anak kecil yang suka mencari masalah. Orang tua dan guru menganggap anak-anak ekstrovert sebagai berandal yang menarik dan bisa memaafkan semua kenakalan mereka, namun para pembuat masalah dengan skor P yang tinggi dianggap lebih nakal, ugal-ugalan, dan tak layak untuk dicintai. Sehingga para pembuat masalah dengan skor E yang tinggi cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang produktif, sementara pembuat masalah dengan skor P yang tinggi cenderung bermasalah dengan pembelajaran, mudah terjerumus dengan kriminalitas, dan mengalami kesulitan saat menjalani hubungan pertemanan. Sekali lagi,Eysenck menegaskan psikolog bisa keliru memberikan pengarahan jika tidak memahami keragaman kombinasi dari dimensi kepribadian ketika melkukan riset.
a. Pembentukan Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan pada herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme (juga kecerdasan).
Eysenck juga berpendapat, bahwa semua tingkah laku yang tampak –tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik- semuanya (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari (terkondisikan). Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun pdikologis. kalau traumanya sangat keras, dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diathesis stress model).
Sekali kondisioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jika kecemderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotic semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimulus yang terjadi serta merta akibat adanya stimulus itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotic dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotic sering dikembangkan tanpa alas an yang jelas, sering menjadi kotraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukannya menguranginya.
Jika tingkah laku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa dihilangkan dengan belajar. Eysenck memilih model terapi tingkah laku, atau metode menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku salah suai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa.
b. Evaluasi
Kritik utama terhadap Eysenck adalah teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan hubungannya dengan biologi-syaraf, tanpa menyinggung topic-topik yang menjadi pusat perhatian pakar psikologi pada umumnya, seperti motivasi, drives, kemauan, dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan kecemasan tapi tidak membahas perkembangan itu secara luas.
Penentuan yang arbitrer memunculkan usulan penggabungan faktor dan atau pemberian nama baru yang lebih akurat. Namun usulan baru itu juga bersifat arbitrer, sehingga praktis analisis faktorial yang dimulai dengan jargon keobjektifan dan kecanggihan akan berakhir dengan kesimpulan yang penuh ketidakpastian. Misalnya Jeffrey Gray yang mengusulkan dimensi kecemasan-impulsivitas sebagai pengganti dimensi ektraversi dan neurotisme. Buss dan Plomin mengusulkan dimensi ekstraversi dipecah menjadi dua, sosiabilitas dan impulsivitas.
Paradigma Psikopatologi Trait
Cattell setuju dengan pandangan klinis bahwa neurosis dan psikosi itu terjadi akibat adanya konflik yang tak terpecahkan dalam diri individu. Dia kemudian berusaha mengembangkan teknik kuantitatif untuk membantu terapis mendiagnosis dan melakukan tritmen. Setiap konflik selalu ada sekian banyak attitude, erg, dan sentiment yang terlibat, sehingga muncul pilihan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
Neurosis
Neurosis adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh seseorang yang merasa dirinya mengalami keulitan emosional tetapi tidak menunjukkan gangguan psikotik. Definisi ini sangat operasional karena menurut Cattell pemahaman tentang neurosis harus dimulai dengan pengukuran untuk mengidentifikasi perbedaan orang neurosis dengan orang normal. Ternyata perbedaan normal dengan neurotic dan psikotik bukan hanya perbedaan tingkatan, tetapi juga perbedaan dimensi.
Cattell menemukan neurotic banyak berkembang pada keluarga yang penuh konflik, kurang disiplin dan kurang kasih saying. Keluarga itu menerapkan standar moral yang tinggi, dan suami istri yang memiliki latar belakang stabilitas emosional yang rendah.
Psikosis
Psikosis adalah bentuk gangguan mental yang berbeda dengan neurosis, di mana individu kehilangan kontak dengan realita dan membutuhkan perawatan untuk melindungi dirinya dan orang lain. Jadi perbedaannya dengan neurotic adalah; psikotik tidak memiliki pemahaman terhadap masalahnya sendiri, tidak dapat merawat diri, dan mungkin membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Menurut Cattell, psikotis manis-depresif dan skizofrenia faktor keturunannya sangat besar. Sama seperti neurosis, peran keluarga cukup besar menyumbang terjadinya psikotik. Banyak bukti orang tua psikotik lebih hangat dan melindungi disbanding orang tua penderita skizofrenia.
Sedangkan menurut Eysenck, neurotisme dan psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme, tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi super ego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada di tengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
Hal ini dapat diartikan bahwa, orang yang variable psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor psikotis yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat, fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.